Minggu, 13 Juli 2014

ALERGI ...????

Alergi merupakan respons system imun yang tidak tepat dan kerapkali membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi festasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi akibat interaksi antara antigen dan antibody. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa protein yang dikenali tubuh sebagai benda asing, maka akan terjadi serangakaian peristiwa dengan tujuna untuk membuat penginvasi tersebut tidak berbahaya, menghancurkannya dan kemudian membebaskan tubuh darinya. Kalau limfosit bereaksi terhadap antigen, kerapkali antibody dihasilkan. Reaksi alergi umum akan terjadi ketika system imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara agresif terhadap suatu substansi yang normalnya tidak berbahaya.
HIPERSENSITIVITAS
Suatu reaksi hipersensitivitas biasanya akan terjadi sesudah kontak pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi pada kontak ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami sensitisasi. Sensitisasi memulai respon humoral atau pembentukan antibody. Untuk menambah pemahaman mengenai imunopatogenesis penyakit, reaksi hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh Gell dan Coombs menjadi 4 tipe reaksi yang spesifik

  • Hipersensitivitas Anafilaktik (Tipe I)
Keadaan ini merupakan hipersensitivitasanafilaktik seketika dengan reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak dengan antigen. Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi lambat dapat berlanjut sampai selama 24 jam. Reaksi ini diantarai oleh antibody IgE (reagin) dan bukan oleh antibody IgG atau IgM. Hipersensitivitas tipe I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik sehingga terjadi produksi antibody IgE oleh sel-sel plasma. Proses ini berlangsung dalam kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu menggalakan rekasi ini. Antibody IgE akan terikat dengan reseptor membrane pada sel-sel mast yang dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil. Pada saat kontak ulang, antigen akan terikat dnegan antibody IgE di dekatnya dan pengikatan ini mengaktifan reaksi seluler yang memicu proses degranulasi serta pelepasan mediator kimia. Mediator kimia primer bertanggung jawab atas berbagai gejala pada hipersensitivitas tipe I karena efeknya pada kulit, paru-paru dan traktus gastrointestinal.
  • Hipersensitivitas Sitotoksik (Tipe II)
Hipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau system kekebalan secara keliru mengenali konstituen tubuh yang normal sebagai benda asing. Reaksi ini mungkin merupakan akibat dari antibody yang melakukan reaksi silang dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan sel serta karingan. Hipersensitivitas tipe II meliputi pengikatan antiodi IgG atau IgM dengan antigenyang terikat sel. Akibat pengikatan antigen-antibodi berupa pengaktifan rantai komplemen dan destruksi sel yang menjadi empat antigen terikat.
Reaksi hipersensitivias tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis dimana tubuh secara keliru menghasilkan antibody terhadap reseptor normal ujung saraf. Contoh lainnya adalah sindrom Goodpasture yang pada sindrom ini dihasilkan antibody terhadap jaringan paru dan ginjal sehingga terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal. Anemia hemolitik imun karena obat, kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi transfuse darah yang tidak kompatibel merupakan contoh hipersensitivitas tipe II yang menimbulkan destruksi sel darah merah.
  • Hipersensitivitas Kompleks Imun (Tipe III)
Kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibody dan dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Kalau kompleks ini bertumpuk dalam jaringan atau endothelium vaskuler, terdapat dua buah factor yang turut menimbulkan cedera, yaitu : peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar  dan adanya aminavasoaktif. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dan cedera jaringn. Persendian dan ginjal merupakan organ yang terutama rentan terhadap cedera ini. Hipersensitivitas tipe III berkaitan dengan sistemik lupus eritematosus, atritis remaotid, serum sickness, tipe tertentu nefritis dan beberapa tipe endokarditis bakterialis.
  • Hipersensitivitas tipe Lambat (Tiper IV)
Reaksi ini yang juga dikenal sebgaai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan allergen. Hipersensitivitas tipe IV diantarai oleh makrofag dari sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh reaksi ini adalah efek penyuntikan intradermal antigen tuberculin atau PPD (purified protein derivative). Sel-sel T yang tersensitisasi akan bereaksi dengan antigen pada atau didekat tempat penyuntikan. Pelepasan limfokin akan menarik, mengaktifkan dan mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang dilepas oleh sel-sel makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan. Edema dan fibrin merupakan penyebab timbulnya reaksi tuberculin yang positif. Dermatitis kontak merupaka hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak dengan allergen seperti kosmetika, plester, obat-obatan topical, bahan aditif obat dan racun tanaman. Kontak primer akan menimbulkan sensitiasasi, kontak ulang menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang tersusun dari molekul dengan berat molekul rendah atau hapten yang terikat dengan protein atau pembawa dan kemudian diproses oleh sel-sel Langerhans dalam kulit. Gejala yang terjadi mencangkup keluhan gatal-gatal. Eritema dan lesi yang menonjol.

0 komentar:

Posting Komentar