Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan
legal yang sampai kini masih jadi kontroversi. Pembunuhan legal ini pun
ada beragam jenisnya. Secara umum, kemaaaaatian adalah suatu topik yang
sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia
kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian
tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian
dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan
tanggal kejadiannya.
Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi. Euthanasia adalah
tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan,
ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif,
dan eutanasia pasif.
- Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
- Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
- Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
![]() |
slahkan siapa ....????? |
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban
biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin
membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit
untuk membuat “pernyataan pulang paksa”. Meskipun akhirnya meninggal,
pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
Pelaksanaan dari euthanasia ini sendiri mendapat pandangan yang
berbeda dari berbagai kalangan. Mereka yang menyetujui tindakan
euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang
dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama
menghentikan penderitaan pasien. Prinsip kelompok ini adalah manusia
tidak boleh dipaksa untuk menderita. Dengan demikian, tujuan utama
kelompok ini yaitu meringankan penderitaan pasien dengan memperbaiki
resiko hidupnya. Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat
bahwa euthanasia merupakan tindakan pembunuhan terselubung, karenanya
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kematian semata-mata adalah hak dari
Tuhan, sehingga manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak mempunyai
hak untuk menentukan kematiannya.
Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai
implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata.
Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun
pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia
aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP
tersebut:
Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”
Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”
Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”
Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”
Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk
bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana
kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”
Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun”
Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun”
Pada dewasa ini, para dokter & petugas kesehatan lain menghadapi
sejumlah masalah dalam bidang kesehatan yang cukup berat ditinjau dari
sudut medis-etis-yuridis Dari semua masalah yang ada itu. Euthanasia
merupakan salah satu permasalahan yang menyulitkan bagi para dokter
& tenaga kesehatan. Mereka seringkali dihadapkan pada kasus di mana
seorang pasien menderita penyakit yang tidak dapat diobati lagi,
misalnya kanker stadium lanjut, yang seringkali menimbulkan penderitaan
berat pada penderitanya. Pasien tersebut berulangkali memohon dokter
untuk mengakhiri hidupnya. Di sini yang dihadapi adalah kasus yang dapat
disebut euthanasia.
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang
tidak ada gunanya seperti misalnya pada kasus pasien ini, secara yuridis
dapat dianggap sebagai penganiayaan. Tindakan di luar batas ilmu
kedokteran dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk
melakukan perawatan medis. Dengan kata lain, apabila suatu tindakan
medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka dokter tidak lagi berkompeten
melakukan perawatan medis, & dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal
351 tentang penganiayaan,yang berbunyi:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Hubungan hukum dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata,
yaitu pasal 1313, 1314, 1315, & 1319 KUHPer tentang
perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pasal
1320 KUHPer menyebutkan bahwa untuk mengadakan perjanjian dituntut izin
berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Sehingga bila seorang
dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien, secara hukum
dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian
halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP
(seperti yang dijelaskan diatas) yang juga dapat dikatakan memenuhi
unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara
formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan
tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia
(IDI)
menyatakan bahwa : Eutanasia atau
“pembunuhan tanpa penderitaan” hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
“Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
0 komentar:
Posting Komentar